Kejutan di Piala Oscar
Kejutan terjadi dalam ajang Academy Awards ke 82 tahun ini. Dalam ajang bergengsi tersebut, film Avatar difavoritkan akan menjadi film terbaik dan diyakini akan mendapatkan Piala Oscar. Itu tak menjadi kenyataan, karena Film Terbaik justru diraih oleh pesaingnya yakni The Hurt Locker. Film yang menceritakan tentang Perang Irak yang digarap sutradara wanita Kathryn Bigelow ini berhasil mengalahkan film Avatar yang selama ini digadang-gadang akan menjadi film Terbaik di ajang Piala Oscar tahun ini.
Selain mengalahkan film Avatar, The Hurt Locker juga mengalahkan film-film bermutu lainnya seperti The Blind Side, Districk 9, An Education, Inglourious Basterds, Precious, A Serous Man, Up dan juga Up In The Air. Film The Hurt Locker memenangkan enam kategori dalam Academy Awards tahun ini. Di antaranya adalah Naskah Original Terbaik dan juga Sutradara Terbaik yang diraih oleh Kathryn Bigelow. Sekedar informasi, Kathryn Bigelow adalah mantan istri dari James Cameron. Kedua orang ini pernah terikat pernikahan selama dua tahun.
Film ‘The Hurt Locker’ (2008) dinobatkan menjadi Film Terbaik di Academy Awards 2010. Film yang disutradarai oleh Kathryn Bigelow tersebut mengalahkan ‘Avatar’, yang dijagokan oleh banyak pihak untuk meraih Piala Oscar. Kenapa ‘The Hurt Locker’ menjadi film terbaik? Yang pertama tentu karena pilihan dari dewan juri Academy Awards 2010. Dewan juri Academy Awards yang anggotanya berisikan para jurnalis, sineas serta kritikus film, pasti memiliki pertimbangan tertentu. Film berdurasi sekitar 131 menit itu bercerita tentang aksi Sersan William James (Jeremy Renner), seorang penjinak bom dari Angkatan Darat Amerika Serikat yang sedang bertugas di perang Irak.
Film yang berkisah tentang para penjinak ranjau darat atau disebut juga EOD (Explosive Ordnance Disposal) selama invasi militer Amerika berlangsung di Irak itu merupakan gambaran lain kehidupan tentara Amerika selama invasi berlangsung di negeri 1001 malam itu pada medio pertengahan era 2000. Dibuka dengan adegan yang cukup memacu denyut jantung, saat seorang penjinak bom SSG Matt Thompson (Guy Pearce) harus membereskan sebuah penghancur bom yang tiba-tiba ngadat di tengah hiruknya jalanan penuh debu dimana musuh terus mengintai. Sayangnya, Thompson harus kehilangan nyawa saat seorang pedagang yang tidak jauh dari situ menghidupkan telepon selularnya. Cuplikan adegan tersebut memang akhirnya menjadi rangkaian panjang dari film yang skenarionya ditulis oleh Mark Boal (In The Valley of Elah, 2007).
Uniknya, di tengah kekacauan perang yang serba tidak pasti, sisi humanis ditampilkan Bigelow dalam salah satu adegan di film ini. Afeksi antara James dengan bocah remaja setempat bernama Beckham (Christopher Sayegh) yang kerap menjual DVD bajakan untuknya adalah nilai lebih dari film yang sarat dengan adegan menegangkan ini. Bigelow dengan jeli menampilkan film ini dan membawa opini baru untuk penonton. Apakah perang bisa menjadi candu? Syuting film ini sendiri berlangsung di Yordania dengan budget di bawah 20 Juta Dolar. Selama seminggu, pengambilan gambar juga berlangsung di kamp militer Amerika Serikat yang berpusat di Kuwait. Yordania sendiri dianggap sebagai lokasi di Timur Tengah yang paling aman untuk syuting film ini, karena terbilang aman penjagaan selama syuting juga tidak ketat, sehingga para aktor tidak memerlukan penjagaan khusus. Beberapa elemen milik militer Amerika Serikat saat menjinakkan bom dapat dilihat secara detail oleh penonton. Sayangnya walau mendapatkan kritik bagus dari para sineas, film ini juga mengundang komentar sinis dari tentara veteran Amerika yang sebelumnya pernah bertugas di Irak dan Afghanistan.
Paul Rieckhoff, salah satu veteran yang mendirikan organisasi khusus bagi veteran Iraq and Afghanistan bernama IAVA (Iraq and Afghanistan Veterans of America) mengkritik film ini dalam akun Facebook-nya. Menurutnya, film ini tidak berdasarkan keadaan sebenarnya di medan peperangan. Rieckhoff yang juga kolumnis di berbagai harian ternama seperti The New York Times, Associated Press, USA Today serta Newsweek ini pernah menulis pengalamannya saat berperang di kawasan Timur Tengah dalam sebuah buku berjudul “Chasing Ghosts” yang rilis pada 2006.
Dalam perhelatan akbar Academy Awards ke-82, film ini sukses mengantongi enam kemenangan lewat kategori “Best Picture”, “Best Film Editing”, “Best Sound Editing”, “Best Sound Mixing”, “Best Original Screenplay”, serta “Best Director” untuk Bigelow. Dalam pidato kemenangannya setelah penyanyi Barbra Streisand membuka amplop mengumumkan sang juara, Bigelow mengaku bahwa malam itu adalah salah satu momen tak terlupakan dalam hidupnya.“Saya mungkin hanya satu dari sekian banyak perempuan yang memenangkan piala ini namun saya ingin mendedikasikan piala ini untuk banyak para perempuan dan laki-laki di Irak dan Afghanistan yang setiap harinya bergelut dengan resiko kematian”, tandas perempuan kelahiran 47 tahun lalu ini.
Di film itu digambarkan bagaimana Sersan James melalui setiap ketegangan ketika berusaha menjinakkan puluhan bom yang disebar oleh para gerilyawan Irak. Seperti di kebanyakan film perang buatan Hollywood, adegan tembak menembak atau korban yang berdarah-darah, ada di ‘The Hurt Locker’. Tapi bisa dikatakan kalau porsinya tidak sebanyak seperti di film ‘Saving Private Ryan’ (1998) atau ‘Black Hawk Down’ (2001). Selain adegan menjinakkan bom dan tembak-tembakan, ‘The Hurt Locker’ juga menampilkan sisi kemanusiaan para tentara Amerika Serikat yang bertugas di Irak. Sersan James yang memiliki karakter sedikit ugal-ugalan selalu bersitegang dengan rekannya, Sersan JT Sanborn (Anthony Mackie). Perdebatan antara Sersan James dan Sersan Sanborn selalu terjadi setiap keduanya usai bertugas di medan perang.
Tak hanya itu, diperlihatkan juga bagaimana Sersan James yang terkesan bengal bisa depresi saat melihat seorang bocah Irak menjadi korban mutilasi. Lalu di mana sisi menarik ‘The Hurt Locker’ sehingga bisa menyabet dua kategori bergengsi, Best Picture dan Best Director, selain empat kategori lainnya, di Academy Awards 2010?
Teknik pengambilan gambar ‘The Hurt Locker’, tidak ada yang baru. Teknik kamera yang seakan-akan mengikuti gerak pemain filmnya di ‘The Hurt Locker’ juga pernah dipraktekkan di ‘Saving Private Ryan’ (1998), ‘Traffic’ (2000) atau ‘Crash’ (2001). Akting para bintangnya di film tersebut boleh diacungi jempol. Aktor Jeremy Renner mampu membawakan karakter seorang penjinak bom lengkap dengan ketegangannya dan juga kebengalannya. Selain Renner, kemampuan Anthony Mackie juga harus diberikan penghargaan.
Cerita ‘The Hurt Locker’ lah yang patut disimak dengan baik. Di film itu, Kathryn Bigelow, sang sutradara, tidak menggambarkan kemenangan atau kekalahan tentara Amerika Serikat di medan laga. Bigelow di akhir film menggambarkan bagaimana seorang prajurit Amerika Serikat, dalam hal ini Sersan William James, ingin kembali bertempur di Irak demi kehormatan bangsa dan negaranya. Keinginan Sersan James itu diutarakan kepada istrinya saat ia sudah hidup tenang di kampung halamannya. Padahal saat bertugas di Irak, Sersan James sempat depresi dan berhasrat untuk pulang kampung. Bigelow sepertinya ingin memperlihatkan sisi nasionalisme seorang prajurit Amerika Serikat, tanpa harus menggambarkannya dalam bentuk kemenangan serdadu Paman Sam di medan perang.
Sumber : http://korananakindonesia.wordpress.com
Kejutan terjadi dalam ajang Academy Awards ke 82 tahun ini. Dalam ajang bergengsi tersebut, film Avatar difavoritkan akan menjadi film terbaik dan diyakini akan mendapatkan Piala Oscar. Itu tak menjadi kenyataan, karena Film Terbaik justru diraih oleh pesaingnya yakni The Hurt Locker. Film yang menceritakan tentang Perang Irak yang digarap sutradara wanita Kathryn Bigelow ini berhasil mengalahkan film Avatar yang selama ini digadang-gadang akan menjadi film Terbaik di ajang Piala Oscar tahun ini.
Selain mengalahkan film Avatar, The Hurt Locker juga mengalahkan film-film bermutu lainnya seperti The Blind Side, Districk 9, An Education, Inglourious Basterds, Precious, A Serous Man, Up dan juga Up In The Air. Film The Hurt Locker memenangkan enam kategori dalam Academy Awards tahun ini. Di antaranya adalah Naskah Original Terbaik dan juga Sutradara Terbaik yang diraih oleh Kathryn Bigelow. Sekedar informasi, Kathryn Bigelow adalah mantan istri dari James Cameron. Kedua orang ini pernah terikat pernikahan selama dua tahun.
Film ‘The Hurt Locker’ (2008) dinobatkan menjadi Film Terbaik di Academy Awards 2010. Film yang disutradarai oleh Kathryn Bigelow tersebut mengalahkan ‘Avatar’, yang dijagokan oleh banyak pihak untuk meraih Piala Oscar. Kenapa ‘The Hurt Locker’ menjadi film terbaik? Yang pertama tentu karena pilihan dari dewan juri Academy Awards 2010. Dewan juri Academy Awards yang anggotanya berisikan para jurnalis, sineas serta kritikus film, pasti memiliki pertimbangan tertentu. Film berdurasi sekitar 131 menit itu bercerita tentang aksi Sersan William James (Jeremy Renner), seorang penjinak bom dari Angkatan Darat Amerika Serikat yang sedang bertugas di perang Irak.
Film yang berkisah tentang para penjinak ranjau darat atau disebut juga EOD (Explosive Ordnance Disposal) selama invasi militer Amerika berlangsung di Irak itu merupakan gambaran lain kehidupan tentara Amerika selama invasi berlangsung di negeri 1001 malam itu pada medio pertengahan era 2000. Dibuka dengan adegan yang cukup memacu denyut jantung, saat seorang penjinak bom SSG Matt Thompson (Guy Pearce) harus membereskan sebuah penghancur bom yang tiba-tiba ngadat di tengah hiruknya jalanan penuh debu dimana musuh terus mengintai. Sayangnya, Thompson harus kehilangan nyawa saat seorang pedagang yang tidak jauh dari situ menghidupkan telepon selularnya. Cuplikan adegan tersebut memang akhirnya menjadi rangkaian panjang dari film yang skenarionya ditulis oleh Mark Boal (In The Valley of Elah, 2007).
Uniknya, di tengah kekacauan perang yang serba tidak pasti, sisi humanis ditampilkan Bigelow dalam salah satu adegan di film ini. Afeksi antara James dengan bocah remaja setempat bernama Beckham (Christopher Sayegh) yang kerap menjual DVD bajakan untuknya adalah nilai lebih dari film yang sarat dengan adegan menegangkan ini. Bigelow dengan jeli menampilkan film ini dan membawa opini baru untuk penonton. Apakah perang bisa menjadi candu? Syuting film ini sendiri berlangsung di Yordania dengan budget di bawah 20 Juta Dolar. Selama seminggu, pengambilan gambar juga berlangsung di kamp militer Amerika Serikat yang berpusat di Kuwait. Yordania sendiri dianggap sebagai lokasi di Timur Tengah yang paling aman untuk syuting film ini, karena terbilang aman penjagaan selama syuting juga tidak ketat, sehingga para aktor tidak memerlukan penjagaan khusus. Beberapa elemen milik militer Amerika Serikat saat menjinakkan bom dapat dilihat secara detail oleh penonton. Sayangnya walau mendapatkan kritik bagus dari para sineas, film ini juga mengundang komentar sinis dari tentara veteran Amerika yang sebelumnya pernah bertugas di Irak dan Afghanistan.
Paul Rieckhoff, salah satu veteran yang mendirikan organisasi khusus bagi veteran Iraq and Afghanistan bernama IAVA (Iraq and Afghanistan Veterans of America) mengkritik film ini dalam akun Facebook-nya. Menurutnya, film ini tidak berdasarkan keadaan sebenarnya di medan peperangan. Rieckhoff yang juga kolumnis di berbagai harian ternama seperti The New York Times, Associated Press, USA Today serta Newsweek ini pernah menulis pengalamannya saat berperang di kawasan Timur Tengah dalam sebuah buku berjudul “Chasing Ghosts” yang rilis pada 2006.
Dalam perhelatan akbar Academy Awards ke-82, film ini sukses mengantongi enam kemenangan lewat kategori “Best Picture”, “Best Film Editing”, “Best Sound Editing”, “Best Sound Mixing”, “Best Original Screenplay”, serta “Best Director” untuk Bigelow. Dalam pidato kemenangannya setelah penyanyi Barbra Streisand membuka amplop mengumumkan sang juara, Bigelow mengaku bahwa malam itu adalah salah satu momen tak terlupakan dalam hidupnya.“Saya mungkin hanya satu dari sekian banyak perempuan yang memenangkan piala ini namun saya ingin mendedikasikan piala ini untuk banyak para perempuan dan laki-laki di Irak dan Afghanistan yang setiap harinya bergelut dengan resiko kematian”, tandas perempuan kelahiran 47 tahun lalu ini.
Di film itu digambarkan bagaimana Sersan James melalui setiap ketegangan ketika berusaha menjinakkan puluhan bom yang disebar oleh para gerilyawan Irak. Seperti di kebanyakan film perang buatan Hollywood, adegan tembak menembak atau korban yang berdarah-darah, ada di ‘The Hurt Locker’. Tapi bisa dikatakan kalau porsinya tidak sebanyak seperti di film ‘Saving Private Ryan’ (1998) atau ‘Black Hawk Down’ (2001). Selain adegan menjinakkan bom dan tembak-tembakan, ‘The Hurt Locker’ juga menampilkan sisi kemanusiaan para tentara Amerika Serikat yang bertugas di Irak. Sersan James yang memiliki karakter sedikit ugal-ugalan selalu bersitegang dengan rekannya, Sersan JT Sanborn (Anthony Mackie). Perdebatan antara Sersan James dan Sersan Sanborn selalu terjadi setiap keduanya usai bertugas di medan perang.
Tak hanya itu, diperlihatkan juga bagaimana Sersan James yang terkesan bengal bisa depresi saat melihat seorang bocah Irak menjadi korban mutilasi. Lalu di mana sisi menarik ‘The Hurt Locker’ sehingga bisa menyabet dua kategori bergengsi, Best Picture dan Best Director, selain empat kategori lainnya, di Academy Awards 2010?
Teknik pengambilan gambar ‘The Hurt Locker’, tidak ada yang baru. Teknik kamera yang seakan-akan mengikuti gerak pemain filmnya di ‘The Hurt Locker’ juga pernah dipraktekkan di ‘Saving Private Ryan’ (1998), ‘Traffic’ (2000) atau ‘Crash’ (2001). Akting para bintangnya di film tersebut boleh diacungi jempol. Aktor Jeremy Renner mampu membawakan karakter seorang penjinak bom lengkap dengan ketegangannya dan juga kebengalannya. Selain Renner, kemampuan Anthony Mackie juga harus diberikan penghargaan.
Cerita ‘The Hurt Locker’ lah yang patut disimak dengan baik. Di film itu, Kathryn Bigelow, sang sutradara, tidak menggambarkan kemenangan atau kekalahan tentara Amerika Serikat di medan laga. Bigelow di akhir film menggambarkan bagaimana seorang prajurit Amerika Serikat, dalam hal ini Sersan William James, ingin kembali bertempur di Irak demi kehormatan bangsa dan negaranya. Keinginan Sersan James itu diutarakan kepada istrinya saat ia sudah hidup tenang di kampung halamannya. Padahal saat bertugas di Irak, Sersan James sempat depresi dan berhasrat untuk pulang kampung. Bigelow sepertinya ingin memperlihatkan sisi nasionalisme seorang prajurit Amerika Serikat, tanpa harus menggambarkannya dalam bentuk kemenangan serdadu Paman Sam di medan perang.
Sumber : http://korananakindonesia.wordpress.com